Senin, 17 Oktober 2016

Makalah Pengembangan SKKD di Sekolah

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ 
DAFTAR ISI............................................................................................................ 
BAB I ........ PENDAHULUAN.............................................................................. 
A.                     Latar belakang........................................................................ 
B.                     Rumusan Masalah.................................................................. 
C.                     Tujuan Penulisan.................................................................... 
BAB II ....... PEMBAHASAN................................................................................. 
A.                     Pengertian SKKD Serta Prosedur Pengembangan SKKD di Sekolah 
B.                     Sekolah Dalam Pengembangan Kurikulum (SKKD)............. 
1.                  Perencanaan................................................................ 
2.                  Pelaksanaan................................................................ 
3.                  Penilaian..................................................................... 
4.                  Revisi ......................................................................... 
C.                     Pengembangan SKKD........................................................... 

BAB III ..... PENUTUP.......................................................................................... 
A.                     Kesimpulan............................................................................. 
B.                     Saran dan Keritik................................................................... 

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 


BAB I
PENDAHULUAN
A.                     Latar Belakang
Pengembangan kurikulum (SKKD) merupakan suatu hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Munculnya peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa implikasi terhadap paradigma baru dalam proses pengembangan kurikulum. Kondisi masa sekarang dan kecenderungan yang akan terjadi pada masa yang akan datang memerlukan persiapan dari generasi muda dan peserta didik yang memiliki kompetensi multidimensional. Mengacu pada hal-hal tersebut, pengembangan kurikulum harus mampu mengantisipasi segala persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang akan datang.
Pengembangan kurikulum tidak hanya merupakan berbagai abstraksi yang sering kali mendominasi penulisan kurikulum, akan tetapi mempersiapkan berbagai contoh dan alternatif  untuk tindakan yang merupakan inspirasi dari berbagai ide dan penyesuaian-penyesuaian lain yang dianggap penting.
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis, mengembang peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Kalau kita analisis sifat dari masyarakat dan kebudayaan, diamana sekolah sebagai institusi sosial melaksanakan operasinya, maka kita akan menentukan paling tidak 3 jenis peranan kurikulum yang di nilai sangat penting, yakni: (1). Peranan konservatif, (2). Peranan kritis dan evaluative, dan (3). Peranan kreatif. Ketiga peranan ini sama pentingnya dan antara ketiganya perlu dilaksanakan secara keseimbangan.



B.                     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas didalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.             Penjelasan mengenai pengertian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)?
2.             Bagaimana peran dan tanggung jawab sekolah dalam pengembangan SKKD?
3.             Bagaimana prosedur pengembangan SKKD di sekolah?
4.             Apa yang dilakukan sekolah di dalam pengembangan SKKD?

C.                     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sekaligus memahami tentang analisis pengembangan SKKD di sekolah serta prosedur pengembangannya terhadap sekolah-sekolah yang akan menjabarkan kurikulum SKKD dari dewan pendidikan nasional terhadap setiap mata pelajaran.















BAB II
PEMBAHASAN
ANALISIS PENGEMBANGAN  SKKD ( STANDAR KOMPETENSI-KOMPETENSI DASAR ) DI SEKOLAH

A.                     Pengertian SKKD Serta Prosedur Pengembangan SKKD di Sekolah
Standar Kompetensi mata pelajaran adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah siswa mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu pula.[1] Menurut Abdul Majid standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur.[2] Pada setiap mata pelajaran, standar kompetensi sudah ditentukan oleh para pengembang kurikulum, yang dapat kita lihat dari standar isi. Jika sekolah memandang perlu mengembangkan mata pelajaran tertentu misalnya pengembangan kurikulum muatan lokal, maka perlu dirumuskan standar kompetensi sesuai dengan nama mata pelajaran dalam muatan lokal tersebut. sedangkan kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa sikap telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itulah maka kompetensi dasar merupakan penjabaran dari standar kompetensi.[3]
Perubahan kurikulum merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan relevensi pendidikan agar dapat mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan Negara. Dengan demikian, perubahan kurikulum diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh dunia pendidikan dewasa ini, terutama dalam memasuki era globalisasi yang penuh dengan berbagai macam tantangan. Lebih dari itu, perubahan dan penyempurnaan kurikulum dapat diharapkan mampu membawa bangsa dan Negara keluar dari multidimensional, terutama krisis mental dan moral. Hal ini dimungkinkan, karena salah satu kelebihan kurikulum yang disempurnakan adalah memberikan kesempatan yang lebih luas terhadap sekolah dan daerah dalam pengembangan SKKD. Sekolah dan daerah mempunyai kemampuan mandiri yang dapat menyusun kurikulum dan mengembangan SKKD yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
Kriteria sekolah dan daerah yang akan mengembangkan kurikulum (SKKD) sendiri dapat dikaji pada tabel “pemetaan kelayakan sekolah untuk mengembangkan SKKD sendiri”.

PEMETAAN KELAYAKAN SEKOLAH
UNTUK MENGMBANGKAN SKKD SENDIRI

KRITERIA
KETERSEDIAN
KET.
ADA
TIDAK ADA

1.      Kesanggupan sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan.
2.      Tenaga pengembang SKKD yang potensial, dan profesional.
3.      Kemampuan menggali dana yang memadai.
4.      Kemampuan untuk meningkatkan kapasitas.
5.      Kepemimpinan yang demokratis dan professional.
6.      Kemampuan menjalin hubungan dengan masyarakat dan dunia kerja.
7.      Guru yang berkualitas, kreatif, dan profesional.
8.      Prospek kemajuan sekolah di masa yang akan datang.





Format tersebut dimodifikasi dari model yang dikembangkan oleh Depdiknas (Dewan Pendidikan Nasional), dengan menambahkan beberapa kriteria yang dipandang penting. Meskipun demikian, satuan pendidikan dan sekolah dapat mengembangkan dan menambahkan lagi sejumlah kriteria sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing; serta menetapkan standar minimal yang harus dipenuhi oleh sekolah (misalnya 80% dari kriteria yang ditetapkan harus dipenuhi oleh sekolah).
Pengembangan kurikulum melibatkan berbagai pihak, seperti Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Pusat Kurikulum (Puskur), dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kota dan kabupaten, serta sekolah yang akan mengimplementasikan kurikulum, sesuai dengan  kapasitas dan  proporsinya masing-masing.[4]

B.                     Sekolah Dalam Pengembangan Kurikulum (SKKD)
Peran dan tanggung jawab sekolah dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut:
a.              Berkolaborasi dengan sekolah lain untuk membentuk tim pengembang SKKD tingkat kecamatan dan mengembangkan SKKD sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Ini dapat dilakukan dalam kelompok kerja guru (KKG), atau musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) kecamatan.
b.             Membentuk tim pengembang SKKD tingkat sekolah bagi yang mampu melakukannya.
c.              Mengembangkan SKKD sendiri bagi yang mampu dan memenuhi kriteria untuk melakukannya.
d.             Mengidentifikasi kompetensi sesuai dengan perkembangan peserta didik dan kebutuhan daerah yang perlu dikembangkan ke dalam kurikulum.
e.              Memohon bantuan dinas kabupaten dan kota dalam proses penyusunan kurikulum.
f.              Menguji kelayakan kurikulum yang diimplementasikan di sekolahnya, melalui analisis kualitas isi, analisis kompetensi dalam kaitannya dengan peningkatan prestasi belajar peserta didik.
g.             Menerapkan kurikulum (melaksanakan pembelajaran) sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah, baik buatan sendiri maupun yang disusun oleh sekolah lain.
h.             Memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kurikulum dan kualitas pembelajaran secara terus menerus dan berkeseimbangan.

Untuk memberi kemudahan kepada guru dan kepala sekolah dalam melakukan pengembangan SKKD di sekolah, perlu dipahami prosedurnya, baik yang mencakup perencanaan, evaluasi maupun revisi.

1.             Perencanaan
Dalam perencanaan ini tim pengembang harus mengumpulkan informasi dan referensi, serta mengidentifikasi sumber belajar termasuk narasumber yang diperlukan dalam pengembangan SKKD. Pengumpulan informasi dan referensi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi, seperti komputer dan internet.[5]

2.             Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah dan pada tingkatan kelas yang berperan adalah guru. Walaupun dibedakan antara tugas skepala sekolah dan tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum serta diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi, yaitu tingkat kelas dan tingkat sekolah, namun kedua tingkat dalam pelaksaan administrasi dalam kurikulum tersebut senantiasa bergandengan dan bersama-sama bertanggungjawab melaksanakan proses administrasi kurikulum.[6]

3.             Penilaian
Penilaian kurikulum harus dilakukan secara berkala dan berkesinambungan, dengan menggunakan model-model penilaian.

4.             Revisi
Draft kurikulum yang telah dikembangankan perlu diuji kelayakannya melalui analisis kualitas kurikulum, penilaian ahli, dan uji lapangan. Berdasarkan hasil uji kelayakan kemudian dilakukan revisi. Revisi ini pada hakikatnya perlu dilakukan secara continue dan berkesinambungan, sejak awal penyusunan draft sampai kurikulum tersebut dilaksanakan dalam situasi belajar yang sebenarnya. Revisi kurikulum harus dilakukan setiap saat, sebagai aktualisasi dari peningkatan kualitas yang berkelanjutan (continuous quality improvement).

C.                     Pengembangan SKKD
Meskipun guru diberi kebebasan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum dan berbagai perangkatnya, namun Depdiknas telah menyiapkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) untuk berbagai mata pelajaran, sehingga tugas guru adalah menjabarkan, menganalisis, mengembangkan indikator, dan menyesuaikan SK dan KD tersebut dengan situasi dan kondisi sekolah.[7]





BAB III
PENUTUP
A.                     Kesimpulan
Menurut Abdul Majid standar kompetensi merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur sedangkan kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk menunjukkan bahwa sikap telah menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Kriteria sekolah dan daerah yang akan mengembangkan kurikulum (SKKD) sendiri sebagai berikut; (1).  Kesanggupan sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan. (2). Tenaga pengembang SKKD yang potensial, dan profesional. (3). Kemampuan menggali dana yang memadai. (4). Kemampuan untuk meningkatkan kapasitas. (5). Kepemimpinan yang demokratis dan professional. (6). Kemampuan menjalin hubungan dengan masyarakat dan dunia kerja. (7). Guru yang berkualitas, kreatif, dan profesional. Dan, (8). Prospek kemajuan sekolah di masa yang akan datang.
Format tersebut dimodifikasi dari model yang dikembangkan oleh Depdiknas (Dewan Pendidikan Nasional), dengan menambahkan beberapa kriteria yang dipandang penting. Meskipun demikian, satuan pendidikan dan sekolah dapat mengembangkan dan menambahkan lagi sejumlah kriteria sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing; serta menetapkan standar minimal yang harus dipenuhi oleh sekolah (misalnya 80% dari kriteria yang ditetapkan harus dipenuhi oleh sekolah).
Pengembangan kurikulum melibatkan berbagai pihak, seperti Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Pusat Kurikulum (Puskur), dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kota dan kabupaten, serta sekolah yang akan mengimplementasikan kurikulum, sesuai dengan  kapasitas dan  proporsinya masing-masing.


B.                     Saran dan Kritik
Penulis sangat menyadari dalam makalah ini mungkin banyak kesalahan dari segi internalnya maupun eksternalnya, penulis sangat berharap agar pembaca bisa memberikan saran ataupun kritik berupa masukan yang positif demi kesempurnaan isi makalah ini.
















DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa. Kurikulum Yang Disempurnakan, (BANDUNG: PT Remaja Rosdakarya, 2006).

Oemar. Hamalik. Menejemen Pengembangan Kurikulum, (BANDUNG: PT Remaja Rosdarya, 2006).

Majid. Abdul. Perencanaan Pembelajaran, (BANDUNG: PT Remaja Rosdakarya, 2012).

Sanjaya. Wina. Kurikulum Dan Pembelajaran, (JAKARTA: Kencana Pranada Group, 2008).


[1]  Wina Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran, (JAKARTA: Kencana Prenada Group, 2008), Hlm. 170
[2]  Abdul Majid. Perencaan Pembelajaran, (BANDUNG: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hlm. 42
[3]  Wina Sanjaya. Op.Cit, hlm. 171
[4]  E. Mulyasa. Kurikulum Yang Disempurnakan, (BANDUNG: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 126-128
[5]  E. Mulyasa. Ibid, hlm. 131-132
[6]  Oemar Hamalik. Menejemen Pengembangan Kurikulum, (BANDUNG: PT Remaja Rosdarya, 2006), hlm. 173
[7]  E. Mulyasa. Kurikulum Yang Disempurnakan, hlm. 133- 134

Minggu, 16 Oktober 2016

Kumpulan Makalah: Makalah Interaksi Proses Belajar Mengeajar

Kumpulan Makalah: Makalah Interaksi Proses Belajar Mengeajar: PEMBAHASAN INTERAKSI PROSES BELAJAR MENGAJAR A.     Interaksi Proses Belajar Mengajar interaksi akan selalu berkait dengan komuni...

Makalah Interaksi Proses Belajar Mengeajar

PEMBAHASAN

INTERAKSI PROSES BELAJAR MENGAJAR

A.    Interaksi Proses Belajar Mengajar
interaksi akan selalu berkait dengan komunikasi. Istilah komunikasi atau hubungan dalam proses komunikasi menjadi comunican dan comunicator yaitu memberikan pesan sehingga berhubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Kegiatan komunikasi manusia merupakan bagian yang hakiki dalam kehidupan. Bila dihubungkan dengan komunikasi interaksi edukatif sebenarnya mengandung maksud yakni untuk mencapai pengertian yang sama kandungannya untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar, berarti untuk mencapai tujuan belajar.[1]
Sardiman AM, mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur comunican dan communicator. Hubungan comunican dan communicator biasanya menginteraksikan sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (message). Untuk menyampaikan pesan diperlukan saluran atau media. Jadi, di dalam komunikasi terdapat empat unsur yaitu: komunikasi, komunikator, pesan, dan saluran atau media.
Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar mengajar yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal yang telah disadari dan disepakati sebagai milik bersama dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik  (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.[2]
Menurut penulis :
Jadi, menurut saya interaksi proses belajar mengajar itu adalah suatu kegiatan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid / yang diajar) yang berupa pesan melalui suatu media sehingga adanya hubungan yang bersifat edukasi (mendidik) guna untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

B.    Komponen-komponen Dalam Interaksi Belajar Mengajar
Ada beberapa komponen dalam interaksi belajar mengajar guna untuk mencapai tujuan instruksional, masing-masing komponen itu akan saling merespon dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Sehingga tugas guru adalah mendesain dari masing-masing komponen agar terciptanya pembelajaran yang optimal. Guru selanjutnya dapat mengembangkan interaksi belajar mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Mengenai komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Tujuan
Tujuan memiliki arti penting dalam kegiatan interaksi belajar mengajar. Tujuannya dapat memberikan arah yang jelas kemana kegiatan pembelajaran akan dibawa oleh guru. Tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh guru akan mempengaruhi jenis metode yang digunakan, sarana prasarana dan lingkungan belajar mengajar.

b.    Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran mutlak harus dikuasai guru dengan baik, oleh karena itu guru harus mempelajari dan mempersiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan pada anak didik. Bahan (materi) itu tentunya dipilih dan disesuaikan dengan bahan yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran yang ditetapkan.

c.    Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pengajaran. Adapun metode-metode dalam proses belajar mengajar antara lain metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas dan metode demonstrasi.

d.    Alat
Alat adalah segala sesuatu yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi belajar mengajar biasanya dipergunakan alat material dan non material.
e.    Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat instrument penggali data tes perbuatan, tes tertulis, dan tes lisan. Oleh karenanya menurut Edwin Wars dan W. Brown, bahwa bahwa evaluation rafer to the valur of something yang artinya evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Tujuan evaluasi adalah mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Dengan demikian jika komponen-komponen itu direncanakan dan dipersiapkan dengan matang, maka akan mengurangi hambatan-hambatan yang muncul dalam proses belajar mengajar bahkan akan lebih memotivasi anak untuk melakukan belajar secara efektif dan efisien.[3]

C.    Ciri-ciri Interaksi
Menurut Edi Suwadi dalam bukunya Pedagogik :
1.    Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan yakni untuk membantu anak dalam suatu pergaulan (membantu jiwa anak),
2.    Ada suatu prosedur jalannya interaksi yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
3.    Interaksi belajar mengajar ditandai dengan materi khusus. Contoh kliping tidak cocok dengan belajar bahasa Arab,
4.    Ditandai dengan adanya aktivitas siswa (semua murid tanpa dibedakan), sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar,
5.    Guru berperan sebagai pembimbing,
6.    Membutuhkan kedisiplinan antara guru-siswa.[4]

D.    Pola Komunikasi Dalam Interaksi Belajar Mengajar
Menurut Nana Sudjana, ada 3 pola komunikasi dalam proses interaksi guru-siswa, yakni sebagai berikut:
1.    Komunikasi sebagai aksi (komunikasi satu arah)
Yaitu guru sebagai pemberi aksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif, siswa pasif, mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.

2.    Komunikasi sebagai interaksi (komunikasi dua arah)
Yaitu guru bisa berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Sebaliknya siswa, bisa pula sebagai pemberi aksi. Dialog akan terjadi antara guru dengan siswa.

3.    Komunikasi sebagai transaksi (komunikasi banyak arah)
Yaitu komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siswa. Siswa dituntut aktif dari pada guru. Siswa, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa lain.[5]




E.   Kesimpulan
Interaksi proses belajar mengajar itu adalah hubungan timbal balik antara guru dan anak (siswa) yang mana hubungan tersebut dapat menghasilkan aksi. Interaksi proses belajar mengajar memiliki 4 unsur yakni: komunikasi, komunikator, pesan (massage), dan saluran atau media.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa), sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi hubungan timbal balik  (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat pengajaran berlangsung.
Di dalam interaksi proses belajar mengajar terdapat beberapa pola komunikasi antara guru dan siswa seperti: pola kmunikasi satu arah, komunikasi dua arah, dan komunikasi banyak arah.












DAFTAR PUSTAKA

Djamarah. Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, (Jakarta : RINEKA CIPTA).

Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: USAHA NASIONAL, 1993), cet.I

Sudjana. Nana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: SINAR BARU ALGENSINDO, 1996), cet.III






[1]  Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : RINEKA CIPTA), hlm.51
[2]  Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: SINAR BARU ALGENSINDO, 1996), cet.III, hlm.7
[3]  Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar, (Surabaya: USAHA NASIONAL, 1993), cet.I, hlm.9-10
[4]  Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit, hlm.51-52
[5]  Nana Sudjana, Op.Cit, hlm.10